Sabtu, 03 Desember 2011

Waw,.,Jakarta Kota Termacet Urutan 14 di Dunia

Kapan Jakarta Bebas dari Macet? pertanyaan itu pasti selalu terlontar dari warga Jakarta.
Sekarang aja Jakarta udah jadi kota termacet urutan 14 di Dunia , bisa ga ya di bikin ga macet??????????

KRONIS. Itulah kira-kira ungkapan yang pas terkait kemacetan di Jakarta, termasuk penyangga ibukota, seperti Depok dan Bekasi. Pada hari-hari kerja hampir semua titik jalan menuju jantung ibukota macet, tak terkecuali jalan tol, meski masyarakat sudah mengeluarkan uang untuk membayar jalan tol tetap saja terjebak macet ketika pagi dan sore hari.
Bagi warga yang tinggal di penyangga ibukota seperti Bekasi, Depok maupun Bogor yang bisa membantu jalur cepat menuju tempat kerja di Jakarta saat ini hanya satu, yakni kereta KRL. Sehingga tidak heran jika transportasi yang satu ini menjadi primadona meski tidak nyaman, bahkan banyak warga yang nekad naik di atas atap kereta.
Ya... mau apalagi, Pak. Satu-satunya ya... pakai KRL, murah dan cepat, meski harus berdesak-desakan dan banyak copet, ujar Rudy, warga Bekasi Timur. Ia mengaku terbantu dengan KRL karena dari rumah sepeda motornya dititipkan di tempat penitipan di stasiun.
Dia mengatakan, jika ada busway sampai Bekasi tentu akan membantu mengurangi kemacetan. Sayangnya, busway cuma ada di Jakarta. Mestinya membangun moda transportasi itu harus terpadu, yang membangun Pemda tingkat daerah, lalu pemerintah pusat, melalui Kementerian Perhubungan kerjanya apa... untuk mencarikan solusi kemacetan di Ibukota dan daerah penyangga itu, ujarnya.
Banyak faktor yang membuat ruas jalan itu macet, diantaranya karena faktor jalan rusak seperti yang ada di Jalan Meruyung hingga sepanjang Jalan Raya Cinere. Akibatnya banyak warga Depok frustrasi. Pasalnya jalan yang merupakan akses yang banyak digunakan warga Depok dari arah Sawangan ke Jakarta menimbulkan kemacetan parah meski ada petugas Polisi Lalu-lintas.
Macetnya Jakarta tak lepas dari ruas jalan di Jakarta hanya 6,4 persen dari total luas wilayah. Macet, sudah menjelma menjadi gambaran kehidupan kota metropolitan, khususnya Jakarta. Dalam situs allworldcars.com, Jakarta ditempatkan di urutan 14 sebagai kota termacet di dunia.
Kepala Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, M Akbar mengatakan luas jalan di Jakarta hanya sebesar 6,4 persen dibanding luas wilayah.
Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan kota-kota besar, seperti Tokyo, London, New York, atau Paris. Di daerah tersebut, luas jalan berkisar antara 15 sampai 20 persen, bahkan ada yang mencapai 30 persen, ujarnya.
Tak hanya soal waktu dan gangguan sosial maupun psikologis, macet secara langsung juga membakar uang negara secara rakus. Bayangkan berapa banyak subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk BBM?
Untuk Jakarta saja jumlah kendaraan bermotor berdasarkan data Badan Pembinaan Keamanan Polri Direktorat Lalu Lintas sebanyak 20.748.653 unit. 8.824.531 diantaranya adalah kendaraan bermotor roda dua. Mobil bus 2.103.214. Mobil Beban 3.128.612 dan mobil penumpang 6.692.314 unit. Angka ini angka total, dan belum merinci angka riil mengenai
Kalau satu kendaraan bermotor menggunakan satu liter saja sehari dan mendapatkan subsidi Rp2000, maka jumlah subsidi yang dibayarkan pemerintah akan mencapai Rp41.497.270.000 per hari.
Kalau dipukul rata menggunakan 15 liter sehari, maka jumlah subsidi akan sangat luar biasa yakni Rp622,459.050.000 per hari.
Kalau satu bulan Rp18.673.733.500.000, dan kalau satu tahun Rp37.347.547.000.000.
Jumlah itu baru untuk Jakarta saja. Bisa dibayangkan berapa subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk selutuh Indonesia dengan jumlah kendaraan bermotor yang sudah mencapai 122.344.401 buah.
Kepada Pelita belum lama ini, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari F-PPP Ahmad Farial mengatakan sependapat dengan rencana pemerintah mencabut subsidi kendaraan bermotor termasuk untuk kendaraan roda dua, tetapi dengan catatan.
Catatan yang dimaksudkannya itu adalah mengembalikan kembali subsidi BBM yang dicabut itu kepada masyarakat dengan jalan membangun semua infrastruktur sarana transportasi seperti, pembangunan subway (kereta bawah tanah), menambah jalan layang, jaur busway hingga pinggiran Jakarta dan pembanguan monorer yang hingga saat ini terbengkalai, serta peremajaan angkutan umum.
Solusi Pemprov
UNTUK mengatasi masalah kemacetan di ibukota, Pemprov DKI Jakarta terus berupaya mewujudkan sistem pola transportasi makro (PTM). Salah satunya dengan membangun dua jalan layang, yakni Antasari-Blok M serta Kampung Melayu-Tanah Abang. Rencana itu merupakan bagian dari penambahan infrastruktur jalan yang merupakan alternatif PTM.
Saat ini kita akan memprioritaskan pembangunan dua jalan layang tersebut karena jalan layang dapat mengurai kemacetan, kata Wagub DKI Prijanto.
Alternatif dalam PTM lainnya, pengembangan moda transportasi massal dan penerapan electronic road pricing (ERP) yang juga segera dijalankan. Untuk penambahan infrastruktur jalan, Pemprov DKI Jakarta lebih memprioritaskan pembangunan jalan layang di Antasari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanah Abang.
Dia menjelaskan, penambahan infrastruktur jalan layang dilakukan karena pertumbuhan infrastruktur jalan di ibukota hanya 0,01 persen per tahun. Sementara pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor sebesar 9,5 persen per tahun. Selain jalan layang, penambahan infrastruktur akan dilakukan berupa pembangunan enam ruas jalan tol tengah kota.
Sedangkan untuk pengembangan moda transportasi massal, Prijanto menegaskan, moda transportasi massal milik pemprov yang telah beroperasi yaitu bus Transjakarta dengan delapan koridor. Pada Desember mendatang, direncanakan akan ada dua koridor lagi yang dioperasikan, yakni Koridor IX dan X.
Tidak hanya itu, saat ini Pemprov DKI juga merancang proyek MRT yang ditargetkan beroperasi pada tahun 2016. MRT ini, nantinya diharapkan terintegrasi dengan kereta rel listrik (KRL) yang sudah beroperasi.
Prijanto mengatakan saat ini pemprov terus menyiapkan rencana pembangunan MRT yang diyakini bisa membantu mengurangi kemacetan Jakarta.
Namun, hingga saat ini, proses pembangunan MRT masih berjalan di tahap perancangan, dan diharapkan bisa dimulai konstruksi pembangunannya pada tahun 2011.
Selain merencanakan penambahan satu stasiun bawah tanah untuk jalur Mass Rapid Transit (MRT), Pemprov DKI Jakarta juga berencana menambah rute MRT tahap I sepanjang satu kilometer.
Rute MRT tahap I yang sebelumnya melayani Lebakbulus-Dukuhatas, dengan adanya penambahan, maka akan melayani rute Lebakbulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI). Akibat penambahan rute baru itu, PT MRT Jakarta akan kembali menghitung ulang anggaran dana pembangunan MRT yang diperlukan. Diprediksi, akan ada penambahan anggaran lebih dari Rp1 triliun.
Semula, panjang rute MRT tahap I terbentang sepanjang 14,5 kilometer dengan 12 stasiun yang terdiri dari lima stasiun bawah tanah dan tujuh stasiun elevated (layang). Dengan adanya perpanjangan rute MRT tahap I, maka panjang rute akan bertambah menjadi 15,5 kilometer dengan 13 stasiun, di mana enam stasiun berada di bawah tanah dan tujuh stasiun elevated.
Enam stasiun bawah tanah terdapat di Masjid Al Azhar, Istora Senayan (Ratu Plaza), Bendunganhilir, Setiabudi, dan Dukuhatas dan Bundaran Hotel Indonesia. Sedangkan tujuh stasiun elevated yakni mulai dari Lebakbulus, Fatmawati, Cipete Raya, H Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja.
Rute MRT tahap pertama akan ditambah sepanjang satu kilometer yang otomatis akan menambah satu stasiun di depan Bundaran HI, kata Tribudi Rahardjo usai Paparan Feasibility Study MRT Koridor Dukuh Atas-Kota dan Koridor Balaraja-Cikarang (East-West).
Alasan penambahan jarak rute koridor tahap I ini, menurut Tribudi, dikarenakan adanya kendala dalam pembangunan konstruksi stasiun di Dukuhatas sebagai stasiun dengan transit oriented development (TOD). Sebab, ruangan yang tersedia untuk pembangunan stasiun di Dukuhatas dinilai terlalu sempit dan padat untuk dijadikan stasiun penghentian terakhir yang akan diintegrasikan dengan angkutan umum lainnya.
Total anggaran dalam rute pertama MRT tahap I sebelumnya diperkirakan mencapai 120 miliar yen yang sebagian besar dibiayai dari dana pinjaman Japan Bank for International Cooperation (JBIC).
Dengan adanya penambahan stasiun serta perpanjangan rute, maka PT MRT akan menghitung ulang kebutuhan anggaran pembangunan MRT rute baru tersebut dan akan menyampaikannya kepada Pemprov DKI Jakarta, Departemen Perhubungan, dan JBIC untuk dibahas secara bersama.
Rampung 2016
SAAT ini, desain dasar Lebakbulus-Bunderan HI telah rampung, sementara koridor tahap II baru menyelesaikan feasibility study (studi kelayakan). Diharapkan pembangunan MRT koridor Lebak Bulus-Bundaran HI dapat rampung pada akhir 2016 dan koridor Bundaran HI-Kampungbandan bisa diselesaikan pada tahun 2020.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan untuk mengurangi kemacetan, pemprov harus terus mendorong masyarakat pengguna jalan untuk beralih ke moda transportasi massal yang sudah ada.
Dengan jalan susun dan jalan tol saja itu tidak cukup memecah kemacetan. Itu kan sifatnya membangun infrastruktur. Harus ada upaya menyadarkan warga bahwa macet bisa berkurang dengan beralih ke transportasi massal, kata dia.
Saat ini, kata Tri, DPRD sudah meminta Pemprov untuk segera menyelesaikan seluruh koridor busway yang direncanakan dan membangun MRT. Kemudian, untuk membantu memecah kemacetan, pemprov juga diminta mengoptimalkan jalur lingkar kereta (loop line) yang saat ini sudah ada.
Sementara itu, pengamat transportasi Universitas Indonesia (UI), Suyono Dikun mengatakan fungsi utama pembangunan jalan tol untuk mengatasi kemacetan.
Selain pembangunan jalan tol dalam kota, pemerintah pusat dan pemerintah daerah ibu kota Jakarta juga harus segera merealisasikan pembangunan MRT yang sedang dikerjakan.
Saya yakin masalah kemacetan di Jakarta bisa diatasi kalau proyek pembangunan jalan tol dalam kota dan proyek MRT ini sudah jadi. Kita minta keseriusan pemerintah pusat dan daerah Jakarta untuk dua proyek ini, kata Suyono. (kim/kh)

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
 

Facebook

Templates by Nano Yulianto | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger